Minggu, 28 Agustus 2011

SULITNYA BERSYUKUR

             
            Dalam kehidupan sehari-hari kita amat sering mengajak orang lain agar selalu bersyukur kepada Allah. Di setiap khutbah Jumat, setiap ada kultum di masjid, setiap ada forum tausiyah, senantiasa kita diingatkan dan diajak untuk bersyukur. Seperti tidak pernah bosan kita mengajak, sebagaimana orang lain mengajak kita,  agar selalu bersyuukur.
Memang, syukur begitu mudah kita ucapkan dan kita sampaikan kepada yang lain, tetapi terlalu berat direalisasikan. Allah 'Azza wa jalla mensyaratkan syukur kepada hamba-hambaNya, untuk semakin menambah nikmat yang akan diberikan. Namun ada adzab pedih yang dijanjikan kepada mereka yang tidak mau mensyukuri nikmat Allah, sebagaimana firmanNya:
"Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika sungguhnya adzabku sangat pedih" (Ibrahim:7).


Celakanya, sebagian besar manusia ini sedikit bersyukur kepada Allah! Bahkan banyak yang tidak mau mensyukuri nikmatNya, padahal begitu banyak karunia yang Allah berikan kepada manusia ini. Perhatikan firman Allah berikut:
            "Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur" (Al Baqarah: 243).
            Iblis pun pernah bersumpah di hadapan Allah untuk menyesatkan manusia sehingga mereka tidak mau bersyukur. Hal ini semakin mengingatkan kita bahwa banyak aral untuk melakukan syukur. Allah mengingatkan kita janji iblis:
            "Iblis berkata: Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka; dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur" (Al A'raf: 16-17).
            Ternyata syukur itu suatu hal yang rumit. Ia mudah diucapkan, mudah dianjurkan kepada orang lain, tetapi mudah pula dilupakan. Ya, sedikit sekali manusia yang mau bersyu­kur:
            "(Tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur" (As Sajdah: 9).
            "Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang bersyukur" (Saba': 13).
            "Akan tetapi kebanyakan manusia tidak ber­syukur" (Al Mu'min: 61).
            Untuk bisa bersyukur dengan benar, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan. Pertama,  perlu kita ketahui terlebih dahulu nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada kita (ma'rifatun ni'mah). Bagaimana mau bersyukur kalau tidak mengerti apa yang harus disyukuri? Sekedar mengucapkan alhamdulilah memang mudah, tanpa harus tahu apa yang sedang disyukuri. Tetapi ucapan formal seperti itu tentu bukan merupakan tujuan utama.
            Yang sulit adalah mengetahui nikmat yang diterima, lantas disyukurinya. Ada tiga hal, paling tidak, agar kita bisa ma'rifatun ni'mah. Terlebih dahulu harus kita ketahui macam nikmat yang telah kita terima. Ini adalah sesuatu hal yang amat sulit. Sebab, dalam kenyataannya, nikmat yang tidak kita ketahui macamnya jauh lebih banyak ketimbang nikmat yang kita ketahui.
            Yang perlu kita perhatikan, mengetahui suatu nikmat Allah, itu pun termasuk nimat Allah yang harus disyukuri! Sebab betapa banyak orang yang tidak tahu kalau itu merupakan nikmat. Kemu­dian, kita juga harus tahu jumlah nikmat yang telah kita terima. Ini pun suatu hal yang sulit kita lakukan. Pada kenyataannya kita tidak pernah bisa menghitung jumlah nikmat yang Allah berikan. Jangankan nikmat yang tidak kita ketahui, sedang nikmat yang kita tahu saja tidak sanggup  mengitungnya. Berikutnya kita harus tahu  pula keterusmenerusan (kontinuitas) nikmat itu. Ternyata nikmat Allah tidak pernah putus-putusnya sampai kepada kita.
            Kenyataannya, untuk mengetahui macam dan jumlah nikmat amatlah sulit, bahkan seperti mustahil. Allah telah berfirman:
Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)” (Ibrahim: 34).
            Kedua, perlu kita ketahui pula pemilik nikmat itu sendiri (ma'rifatu shaahib an ni'mah). Bagaimana bisa bersyukur kalau tidak tahu pemberi nikmat? Di dalam berberapa ayat, Allah bertanya retoris kepada kita, tentang nikmat-nikmat yang telah diberikanNya:
            "Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan, Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya?" (Al Waqi'ah: 58-59).
            Nutfah adalah barang sepele, dan bisa jadi menjijikkan. Tetapi, pernahkan kita berpikir siapa penciptanya?
            "Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam. Kamukah yang menumbuhkan atau Kamikah yang menumbuhkannya?" (Al Waqi'ah: 63-64).
            Bisa jadi orang menganggap bahwa tumbuhan yang ia tanam itu hidup, berkembang besar dan akhirnya berbuah semata-mata hanya karena hasil usaha ia sendiri. Tetapi, siapakah yang menumbuhkan?
            "Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan ia kering dan hancur, maka jadilah kamu heran dan tercengang" (Al Waqi'ah: 65).
            Pernyataan ini menegaskan, bahwa Allah adalah satu-satunya shaa­hibunni'mah, tiada yang lain.
            "Maka terangkanlah air yang kamu minum. Kamukah yang menurun­kannya dari awan ataukah Kami yang menurunkannya? Kalau Kami kehendaki niscaya Kami jadikan ia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?" (Al Waqi'ah: 68-70).
            Ya, mengapakah manusia tidak bersyukur? Jika saja semua air menjadi asin, bukankah maunsia baru sadar nikmat Allah dengan menjadikan air yang bening dan enak diminum. Betapa sulitnya syukur itu.
            Ketiga, perlu kita ketahui pula hak-hak nikmat (ma'rifatu huquq an ni'mah). Ada dua hak, paling tidak, dalam rangka syukur nikmat ini. Yaitu mengingat nikmat Allah yang telah kita terima, dan memanfaatkan nikmat tersebut untuk mentaati perintah Allah. Inilah bentuk syukur yang paling tinggi: segala nikmat yang kita terima harus teralokasikan dalam kerangka yang bisa dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
            Mata adalah suatu nikmat. Syukur dikaruniai mata, adalah menggunakan mata kita untuk melihat, membaca memperhatikan ayat-ayat Allah, serta menjauhkan mata dari kemaksiyatan. Telinga adalah nikmat Allah. Pemanfaatannya, kita gunakan untuk mendengar hal-hal yang disukai Allah. Tangan, kaki, dan badan kita adalah nikmat Allah. Pergunakan semuanya untuk beribadah kepada Allah. Inilah syukur.
            Makanan adalah nikmat Allah. pemanfaatan dari makanan itu setelah menguatkan tubuh, lantas kita habiskan tenaga dijalan Allah. Inilah wujud syukur. Harta kekayaan kita adalah nikmat Allah.          Isteri dan anak kita adalah nikmat Allah. Status sosial kita adalah nikmat Allah, maka semua itu harus teralokasikan secara haq di jalan Allah. Inilah syukur, dan ini pula yang sulit, sehingga sedikit manusia yang mau bersyukur.
            Bersyukurlah kita yang bisa melakukan syukur!

(Cahyadi Takariawan, Dewan Pembina HarUm Foundation)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar