Selasa, 08 November 2011

Kuli Bangunan Itu Kini Bersiap-siap Menjadi Seorang Sarjana

Oleh : Ahmad Mujiyarto



Alex (nama samaran),seorang pemuda kampung yang tirus,warna kulitnya lebih dekat kehitaman.Lulus dari satu sekolah dengan saya,meski dengan hasil yang sangat pas-pasan.Entah,sejak kapan dia nekat pergi ke Jakarta untuk mengadu nasib,tapi yang saya tahu,saya baru bertemu dengannya ketika dia telah bekerja sebagai kuli bangunan,dekat dengan pabrik saya bekerja.

Wajahnya memang sangat mudah dikenali,meskipun sudah berpisah lebih dari dua tahun,saya tetap bisa mengenalinya,dengan tepat.Perawakannya yang tinggi,jalannya yang khas,dan wajah yang unik,meski lima tahun kedepan,saya pasti masih bisa mengenalinya.

Cerita-punya cerita dia sudah melanglang buana,hingga ke negeri seberang hanya sebagai kuli bangunan,dengan bayaran yang saya hitung-hitung sedikit lebih besar dari upah yang saya terima.Tapi siapa sangka di sela-sela aktivitasnya sebagai kuli bangunan,dia selalu menyisihkan uang untuk membeli Buku.


Buku yang dibelinya,tak tanggung-tanggung,dari yang bisnis sampai buku motivasi,dari penulis terkenal Indonesia,sampai buku terjemahan dari penulis Luar Negeri.Awalnya saya merasa tak begitu percaya,karena saya tahu seperti apakah dia dahulu sewaktu di SMA.Tapi,inilah hidup warna-warninya akan selalu ada,perubahan jalan hidup seseorang akan terus terjadi selama orang tersebut benar-benar berniat untuk merubah nasibnya.

Saya mencoba untuk berpositif thinking,dan mulai belajar darinya.Saya yang masih saja merasa nyaman di zona aman,tak merasa begitu tergerak memikirkan perubahan hidup.Tapi sahabat saya itu,telah jauh mengagendakan perubahan hidupnya.

Hal jauh yang membuat saya lebih terbelalak,dan terkesima dengannya adalah dia menutarakan niatnya ingin kuliah,dan ingin di sambi bekerja sebagai kuli bangunan.Setengah saya tidak begitu yakin,dia mampu melakukannya,kuli bangunan,kuli kasar,tukang cat,tukang ngaduk(mencampur semen dan pasir),dan pekerjaan berat lainnya,tentu bukanlah jaminan pekerjaan yang bisa mendukung niatnya itu.

Kuli lepas harian,jika sudah selesai proyeknya maka pindah ketempat proyek yang lain,Nomaden,bisa jadi dari Jakarta utara,akan pindah ke Jakarta selatan,jika sudah dari Jakarta selatan pindah ke Jakarta timur,dan seterusnya.Tergantung mandornya mendapat borongannya dimana.

***

Ternyata niatnya untuk kuliah juga tak pernah surut,sembari menjadi kuli,dengan sisa tenaganya dia berusaha menjadi mahasiswa yang baik,dia kuliah di salah satu Universitas di Jakarta Selatan,lebih dekat dengan Depok.

Berbagai macam kesulitan dia hadapi selama menjalani dua dunia yang berbeda itu,mulai dari biaya kuliah yang menunggak,jam kuliah yang semakin padat,tugas kuliah yang menumpuk,semua dia jalani dengan penuh keterbatasan.Jangankan komputer,buku-buku kuliahnya selalu di bawa dan dimasukkan dalam tas bersama baju dan pakaiannya,tas itu selalu dia bawa kemanapun dia pergi.

Dia tidak punya tempat tinggal yang menetap,tidurnya beralaskan kardus yang digelar di setiap sudut,dari tempat yang di bangunnya.Tak jarang harus berdesak-desakan dengan para kuli yang lain,dalam satu barak tenda yang dibangun untuk tidur mereka.

***

Tiga tahun sudah dia menjalani kehidupan seperti itu,kini dia telah berhasil bertahan di semester 7,dan tidak akan lama lagi segera berhasil menuntaskan kuliahnya.Dan bersiap-siap menjadi seorang Sarjana.

Semoga saja dia berhasil memperoleh cita-citanya,dan saya bisa belajar banyak darinya…



Tidak ada komentar:

Posting Komentar