Oleh : Atep Afia Hidayat
Saat berlangsung seminar dalam rangka Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, Rabu, 28 September 2011 yang lalu, Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Supriyantoro (dalam Kompas, 29 September 2011) , menyatakan, bahwa dari populasi orang dewasa di Indonesia yang mencapai 150 juta jiwa, sekitar 11,6 persen atau 17,4 juta jiwa mengalami gangguan mental emosional atau gangguan kesehatan jiwa berupa gangguan kecemasan dan depresi.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dien Emawati (dalam Kompas.com, 10 Oktober 2011), menyatakan bahwa jumlah penderita gangguan jiwa ringan hingga triwulan kedua tahun 2011 mencapai 306.621 orang, naik dari 159.029 orang pada tahun 2010. Secara keseluruhan, jumlah penderita gangguan jiwa di Jakarta mencapai angka 14,1 persen dari jumlah penduduk. Jumlah itu di atas angka nasional sebesar 11,6 persen.
Angka tersebut diperoleh dari survei kesehatan daerah tentang gangguan jiwa mental dan emosional oleh Kementerian Kesehatan. Kondisi tersebut tentu saja sangat memprihatinkan. Penderita gangguan kesehatan jiwa kurang bisa menjalani kehidupan dengan produktif dan proaktif, sebab kesehariannya cenderung banyak bermasalah dengan dirinya sendiri.
Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS) yang jatuh pada tanggal 10 Oktober 2011 lalu, seharusnya menjadi momentum akan perlunya peningkatan kesadaran betapa pentingnya kesehatan jiwa. Ada kecenderungan, kebanyakan orang lebih memperhatikan kesehatan fisik dibanding kesehatan jiwa. Sebagai gambaran saat ini hanya ada 26 rumah sakit jiwa di Indonesia, sedangkan jumlah rumah sakit umum secara ada 1.523. Gangguan mental-emosional datang menyelinap tanpa gejala yang spesifik, hal itu sering kali diabaikan pengidapnya.
Sebenarnya gangguan mental emosional bisa disebabkan oleh masalah lingkungan, masyarakat atau pribadi. Kondisi lingkungan saat ini memberikan cekaman luar biasa, bukan hanya faktor fisik yang terkena imbasnya, faktor mental emosional bahkan lebih rentan. Kondisi kota besar yang diwarnai kemacetan, polusi udara, kebisingan dan ruang hidup yang makin menyempit memberikan tekanan luar biasa sehingga kondisi mental emosional senantiasa bergejolak.
Kondisi masyarakat yang cenderung mengarah pada trend budaya materialisme dan individualisme, menyebabkan kompetisi yang makin tidak sehat. Kemerosotan ahlak, moral atau etika pada masyarakat menyebabkan iklim sosial yang kurang sehat dan tidak kondusif. Mengentalnya iklim kapitalisme dan konsumerisme menyebabkan makin banyak keluarga yang kehidupannya terpuruk . Cekaman kehidupan sosial ekonomi menyebabkan berbagai kalangan usia mengalami tekanan mental emosional, mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Tak heran jika beragam kompensasi atau pelarian pun bermunculan, mulai dari narkoba, tawuran, selingkuh dan berbagai penyimpangan lainnya.
Hal lain yang menjadi pemicu gangguan mental emosional ialah adanya kesulitan pribadi, baik yang bersifat subyektif atau obyektif. Arena kehidupan itu penuh dinamika dan tantangan, setiap orang harus menjalaninua. Namun ada yang piawai, biasa saja dan ada yang tidak mampu beradaptasi. Ada orang dengan karakter unggul sehingga mampu mengatasi berbagai kesulitan dan persoalan, ada juga orang yang cengeng, tidak berdaya dalam menghadapi beragam ujian.
Sebagai dampak dari ketidak-mampuan meredam gangguan mental emosional, maka berbagai gangguan yang bersifat mental emosional, bahkan fisik pun bermunculan. Dalam hal ini Dr Vernon Coleman, dalam bukunya Overcoming Stress, menyebutkan mulai dari adiksi (ketagihan atau kecanduan); alergi; alkoholisme; angina pectoris (peringatan dini adanya serangan jantung); aneroksia (tidak dapat dan tidak mau makan sama sekali, biasanya diderita perempuan, terutama gadis); aritmia jantung; asma; kebotakan; bunuh diri; kecemasan; depresi; dermatitis (gangguan pada kulit); diabetes; diare; eksema; fobia; gagap; gangguan mensturasi; gangguan tiroid; hipertensi, mimpi buruk; impotensi; insomnia; kerja berlebihan; konstipasi (sembelit); migren; muntah; obseitas; ngompol; palpitasi (jantung berdebar); problem seksual; sakit kepala; sakit punggung; rematik; sariawan; flu (salesma); stroke; tremor (gemetar); tumor; ulkus (tukak lambung, tukang dinding lambung, tukak usus dua belas jari), dan sebagainya.
Bisa diduga bahwa sebagian orang yang mengalami gangguan berbagai penyakit fisik, sebenarnya dipicu oleh gangguan kesehatan jiwa. Sebagai contoh, sebagian penderita gangguan maag atau penderita tukak (radang) lambung, sebenarnya bukan disebabkan oleh lambungnya yang bermasalah, namun lebih disebabkan oleh gangguan mental emosional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar