Jumat, 09 September 2011

Kisah 3 Perempuan Pencari Kerja

 
            Pemerintahan Indonesia silih berganti, sejak zaman Bung Karno hingga pak SBY. Persoalan juga datang silih berganti, sesuai perkembangan zaman. Usaha Pemerintah untuk memajukan, memakmurkan, mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia juga sudah terus menerus dilakukan setiap periode pemerintahan.
            Namun ada persoalan yang terus menerus menggelayuti warga masyarakat, dan menjadi mimpi buruk para pemuda lulusan sekolah menengah, bahkan sarjana, pencari kerja. Ya, lapangan pekerjaan dan besaran penghasilan, merupakan persoalan yang tidak pernah terselesaikan di negeri kita ini.
            Sangat sedikit lapangan pekerjaan, dibanding dengan angkatan kerja setiap tahunnya. Kalaupun ada lapangan pekerjaan, sering besaran penghasilan tidak sebanding dengan yang diharapkan. Banyaknya pengangguran, bukan disebabkan karena masyarakat tidak mau bekerja. Salah satu sebabnya adalah karena pemerintah gagal menyediakan lapangan pekerjaan dengan penghasilan yang sesuai.
            Untuk itu, sudah menjadi kewajiban segenap komponen bangsa untuk ikut terlibat menyelesaikan persoalan pengangguran dan angkatan kerja yang terus membengkak di Indonesia. 

            Berikut sedikit pengalaman seorang kompasioner, kang Kuswanda. Kisah di bawah ini sekedar untuk memberikan gambaran persoalan riil yang tengah menghimpit bangsa kita.
Saya sedang memarkir motor saat tiga perempuan menghampiri.
Kang, kerja di sini ya…? seorang perempuan bertanya tanpa basa-basi.
“Iya, emang kenapa Teh? Ada yang bisa saya bantu?
“Ada lowongan pekerjaan gak ya di sini..? perempuan lainnya menimpali.
“Untuk posisi apa, Teh?” tanya saya.
“Apa aja dech, pokoknya pekerjaan buat kami atau salah satu dari kami”
Meskipun saya bukan orang HRD, tapi sedikitnya saya selalu tahu kalau perusahan sedang membutuhkan karyawan baru atau tidak. Namun saya tidak ingin mematahkan harapan 3 perempuan tersebut begitu saja. Saya pun menjawab diplomatis.
“Saya kurang tahu, Teh. Coba saja ke dalam, itu kelihatan banyak ibu-ibu kan? nah..Teteh coba tanya sama mereka, ada bagian personalia di sana”
Seorang perempuan yang sedari tadi diam melangkah ke arah yang saya tunjuk. Dua perempuan lainnya tetap berdiri di parkir motor.
Teteh, dari mana?”
“Kami dari Garut, Kang! Beda kecamatan sich, kita temen satu kelas di SMK. Sekarang lagi nyari kerja. Susah banget…ya?”
“Ohh. Lulusan SMK tahun berapa?
“Baru lulus kemarin, Kang. Dah bosen tinggal di rumah, gak ada kerjaan….”
“Sekarang tinggal dimana?
“Di Cijerah…dua temen kami sudah kerja di pabrik. Ya kami bertiga ikut mereka, kali aja ada lowongan pekerjaan yang cocok buat kami”
Emang temennya ga bantu nyariin kerjaan..?
“Di pabrik tempatnya bekerja gak da lowongan, terus mereka kan sibuk juga dengan pekerjaanya. Akhirnya kami sendiri yang harus nyari. Tolong bantu kang ya, soalnya malu juga sama temen kalau terus numpang tidur numpang makan. Kalau dah ada pekerjaan kan kami bisa mandiri”
“Ini kang, no HP saya…kali aja ada info lowongan” seorang perempuan memberikan secarik kertas dengan dua nomor HP tertera.
“Kalau gak dapet-dapet pekerjaannya gimana?” tanya saya.
Gak tahu kang, soalnya kita juga malu kalo balik lagi ke kampung tanpa pekerjaan”.
Perempuan yang tadi masuk ke kantor saya sudah kembali. Wajahnya nampak kecewa.
“Gimana Teh, ada lowongan?”
“Belum ada, Kang kata ibu  di sana. Mungkin belum ada rizki saya di sini”
“Ya, sabar aja Teh mungkin di tempat lain ada kesempatan jangan putus asa. Pasti ada kesempatan buat teteh-teteh” saya sedikit memotivasi.
“Ya, kang terimakasih. Jangan lupa kalau ada info tolong sms kami ya”
Tiga perempuan itu berlalu dari hadapan saya. Saya pun bergegas menuju pintu kantor.
Saya yakin ada ratusan bahkan ribuan orang seperti tiga perempuan tersebut terutama di kota-kota besar. Datang dari kampung bersama teman-temannya yang sudah lebih dulu bekerja di kota. Berharap dapat pekerjaan apa saja yang dapat menghidupi dirinya. Sungguh beruntung mereka yang kemudian mendapatkan pekerjaan.
Lalu bagaimana yang tidak mendapatkan pekerjaan? Sementara mereka bilang malu untuk kembali  ke kampung halaman kalau tidak dapat pekerjaan. Naudzubillah, kalau kemudian mereka luntang-lantung, menjadi gelandangan dan pengemis atau penyakit masyarakat lainnya.
Saya berdoa, mudah-mudahan ketiga perempuan itu segera mendapatkan pekerjaan yang halal. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar